Klasian itulah tempat aku dilahirkan. Sebuah desa yang kecil
yang dihuni oleh 150 Kepala Keluarga.
Desa Klasian sebenarnya adalah sebuah pedukuhan kecil dan
bagian dari desa Tanjungharja, namun masyarakat lebih mengenal klasian adalah
desa bukan pedukuhan. Secara administratif desa klasian termasuk dalam wilayah
kecamatan kramat kabupaten tegal. Secara lokasi desa klasian ini letaknya tidak
jauh dari ibu kota kecamatan yaitu Kemantran, namun untuk menuju desa klasian
jalan yang harus di tempuh adalah jalan persawahan yang belum di aspal sehingga
desa ini terlihat terpencil.
Penduduk desa klasian kebanyakan yang masih muda merantau di
Jakarta sedangkan Para orang tua dan anak-anak tinggal di desa. Sehingga tidak heran
jika di malam hari desa ini sangat sepi. Masyarakat di desa klasian kebanyakan
masyarakat berekonomi rendah dan sebagian menengah. Kebanyakan Masyrakat
bertani, berdagang dan menjadi buruh.
Meskipun desa ini terpencil dan terbelakang namun sebagai orang
klasian saya sangat bangga terlahir dan terdidik diklasian. Orang-orang di desa
ini masih mempunyai karektristik yang unik. yaitu mempunyai tradisi yang sangat
kental dalam beragama. Secara keilmuan agama penduduk diklasian memang rendah
namun dalam menjalankan tradisi penduduk ini sangat kental. Tradisi masyarakat
NU yang melekat di sanubari orang-orang klasian. Kalo aku boleh mengatakan
inilah klasian kampung NU.
Ketika aku kecil kampung ini begitu relegius. Semua
anak-anak SD termasuk saya setiap siang sampai sore belajar di Madrasah Diniah
awalah dan Wustho. Kemudian setiap ba’da maghrib mengaji Alquran di masjid
Amutaqin satu-satunya masjid kami yang kami banggakan. Kami belajar membaca
alquran dengan seorang ustadz Anwari, Seorang ustadz yang sederhana. Setelah
ba’da isya kami mengaji kembali di desa pilangbangu desa sebelah untuk belajar
fikih dan bahasa arab bersama ustadz khariri seorang guru agama MTS.Para bapak
dan ibupun tidak ketinggalan mengaji tiap hari selasa dan jumat di masjid. Iya
kampung ini bener-bener mendidikku cinta kepada Agama.
Sekarang kampung ini gersang dengan pengajian. Anak-anak
tidak mau mengaji dan jauh dari pencinta ilmu. Yah..aku sangat sedih
sekali..sebagai generasi yang harusnya meperjuangkan klasian namun kini aku merantau
ke Jakarta hanya ingin bekerja di perusahaan yang besar dan memperoleh gaji
yang tinggi. Sebenarnya aku sungguh malu…karena aku adalah salah satu orang
yang bisa melanjutkan keperguruan tinggi dari pada teman-teman sekolahku yang
lain. Aku dibenturkan kenyataan hidup sehingga memilih untuk bekerja dijakrta
dari pada di rumah.
Mudah-mudahan kelak ada jalan untuk berdakwah kembali,
menghidupkan gairah agama di kampung halaman yang sudah pudar. Dan mudah-mudahan
ada generasi-generasi yang mencintai agama di desa ini..
Aamiin
0 komentar:
Posting Komentar